Tuesday 28 April 2015

Prostitusi di Kalibata City : Kreatifitas Di Kota Jakarta Yang Keras

Setelah pemberitaan adanya praktek prostitusi di Tebet, kini hadir kembali prostitusi di Apartemen Kalibata City. Praktek jual beli hawa nafsu di apartemen ini sebenarnya sudah tercium oleh warga penghuni apartemen. Ironisnya para pekerja seks tersebut masih dibawah umur. Untuk menjalankan praktek prostitusi
diapartemen tersebut, mereka menggunakan dua unit apartemen, yang satu sebagai tempat tinggal dan yang satunya lagi tempat melakukan hubungan badan. Jika pelanggan datang maka para pelanggan langsung menuju tempat berhubungan badan tersebut bukan ke tempat tinggal para pekerja seks. Polisi berhasil mengungkap kasus ini setelah melakukan penyelidikan selama 1 bulan. Modusnya dengan menawarkan jasa esek-esek melalui internet dan Blackberry Messenger.

Ternyata semakin kreatif saja para pelaku dunia seks ini, di kota Jakarta yang kian padat, dan banyaknya peraturanpun masih bisa untuk membuka lapak dagangan seks dengan sedikit modifikasi. Kalau dulu di warung remang-remang beralih ke lokalisasi, kemudian ke Hotel dan kini hijrah ke Apartemen. Adanya peluang tersebut juga didukung oleh sifat masyarakat Jakarta saat ini dengan TagLine nya "Siapa Lo Siapa Gue". Kondisi seperti itu diperparah lagi dengan sulitnya pendataan masyarakat di Rusunami tersebut. Wacana-wacana juga pasti akan bermunculan, ada yang menyambut negatif ada juga yang menyambut positif. Namun yang harus kita lihat adalah bagaimana bisa seorang wanita dibawah umur bisa menjadi pekerja seks? Hal seperti itu sangatlah tidak masuk akal, dimana seharusnya mereka masih asik mengenyam bangku pendidikan kini malah bergulat dengan kenikmatan Seks. 

Melihat kenyataan tersebut, banyak yang harus kita perbaiki dan kita ubah. Banyak pula PR yang kita emban demi menjadikan pribadi dan orang-orang yang kita sayangi tidak terjerumus kedalam lubang hitam, bukan hanya seks namun juga yang mengakibatkan kerugian pada diri sendiri dan orang lain dan untuk menghancurkan ataupun meniadakannya itu bukanlah solusi, karena sifat dasar dari manusia itu sendiri adalah bahwa semakin manusia ditekan maka semakin kuat pula dorongannya untuk memberontak.

Untuk itu, kita bisa mulai dari diri sendiri dulu dan tak perlu menyalahkan orang lain atau institusi lain yang terkait. Tak perlu hanya berpangku tangan dan menjadi penonton setia dengan komentar yang lantang menerjang hingga ke awang-awang, karna tong kosong itu nyaring bunyinya.

No comments:

Post a Comment